Oke. Lupakan masalah jagung dan telur asin semalam. Siang ini aku akan membuat lima halaman pertamaku. Eh sebentar, berarti harusnya lebih dari lima halaman. Ya akan kucoba deh.
Ibu : Rino....ibu mau ke pasar sebentar, titip Azka ya.
Oh tidak! Ibu menyodorkanku seorang bayi! Aku langsung dapat membayangkan nasib calon naskah bukuku ini, bisa-bisa dia akan berakhir menjadi lembar kosong sama seperti kemarin. Tapi aku tidak bisa menolak ibu.
Aku : Ya bu, letakkan saja disitu.
Gaya bicaraku seolah-olah Azka adalah sebuah barang. Maafkan aku Azka. Jadi kuperkenalkan dulu ya. Azka itu anak tanteku. Usianya masih dua tahun. Kalian pasti bisa membayangkan bagaimana tingkah anak usia dua tahun kan? Ibuku menaruh Azka di atas kasurku, sementara aku masih serius dengan kertas dan pensil. Tapi tiba-tiba aku melihat dia bergerak.
Aku : Azka, kudoakan kamu jadi anak pandai kalau bisa tetap diam di atas kasur.
Azka pun diam, dan aku berdoa semoga dia jadi anak pandai. Aku kembali fokus.
Toba-tiba dia berdiri di atas kasur dan mulai melompat-lompat kecil.
Aku : Azka, kudoakan kamu disukai banyak wanita kalau bisa menghentikan lompatanmu dan tetaplah duduk di atas kasur.
Azka kembali diam, dan aku mendoakannya. Meski kali ini kuakui aku agak tidak ikhlas kalau nanti dia lebih terkenal di kalangan wanita daripada aku.
Tiba-tiba lagi dia malah mulai mengoceh. Dengan bahasa planet kaum bayi yang sama sekali tidak kumengerti. Kali ini sama sekali tidak terdengar lucu seperti biasanya, karena aku sedang fokus pada hal lain.
Aku : Azka! Kudoakan kamu bertubuh tinggi dan kekar kalau bisa menghentikan celotehan, tidak bergerak, dan tetap ada di atas kasurku.
Lagi-lagi dia menurutiku. Ah sial. Lama-lama aku merasa dikerjai. Jangan-jangan dia sengaja bertingkah dan menungguku mengancam dengan do'a. Tunggu, tapi kan dia tidak mengerti apa yang kukatakan. Aku pun berbaik sangka dan berdoa untuknya.
Tapi tiba-tiba dia menangis! Aaaaah aku panik! Aku kehabisan doa. Aku tidak ikhlas mendoakannya yang baik-baik lagi. Aku tidak ingin mendoakannya agar dia pandai menulis dan jadi terkenal dan disukai banyak wanita dan tandatangannya tersebar dimana mana dan banyak orang menginginkan berfoto denganya!
Kemudian ibu datang. Tepat setelah kubiarkan Azka menangis selama dua menit.
Ibu : Rinooo! Apa yang kamu lakukan?? Kenapa Azka menangis?
Aku bingung. Aku tidak melakukan apa-apa.
Aku : Aku mendoakannya, Bu.
Ibu marah, dia bilang jawabankku konyol. Aku merasa kesal dan memilih bermain ke rumah Sandra. Dan halaman bukuku masih kosong.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar