Sabtu, 16 November 2013

I'm Going to Write A Book : Day 4 (Sepertinya Aku Orang Jahat)

Ini sudah hari keempat, memasuki musim hujan hawa menjadi lebih cepat dingin. Setiap hari halaman rumahku selalu basah. Aku bosan melihat Loyle, tetanggaku yang masih amat kecil itu melompat-lompat kegirangan di depan halaman rumahnya yang berumput dan tergenang air hujan. Tak bisakah kau melihat isi kepalaku Loy? Ketika semua orang bergembira menyambut hujan datang, aku merasa lesu dan khawatir. Bagaimana bisa aku meneruskan misi penulisan buku di tengah hawa yang begitu menggoda untuk tidur? Loy, aku harap kau akan selalu menjadi anak kecil, hingga kau tak perlu berfikir bagaimana cara memulai sebuah kalimat untuk menulis buku. 

Pagi hari ini seperti biasa aku berangkat menuju sekolah, berjalan melewati petakan jalan yang di sela-selanya ditumbuhi rumput hijau dan sedikit menyisakan genangan air yang terlihat amat segar. Ah! Terlihat begitu menggoda. Seperti biasa di sana sudah ada Loyle.

"Pagi Lin!". Sapanya disertai senyum yang memamerkan hamparan gigin kecilnya yang.....aku yakin milikku saat masih kecil lebih baik darinya.

"Hai Loy, melompatlah sesering mungkin agar kau cepat tinggi dan kita bisa bersama-sama membuat sebuah buku dan aku ingin menyerahkan tugas terberat padamu agar aku bisa duduk bersantai menunggu tulisan darimu dan aku yang akan menyuntingnya sementara kau yang akan menulis semua isinya, kemudian buku itu diterbitkan dengan namaku dan namamu dengan namaku dicetak mengunakan huruf yang lebih besar". Rasanya aku ingin membalas sapaannya seperti itu, tapi karena aku anak baik, yang keluar hanyalah "Pagi Loy. Melompatlah dengan penuh semangat". Sepertinya aku salah berucap, bisa kau tebak, dia meloncat lebih girang. Aku tidak tahu kenapa ibunya membiarkannya bertingkah seperti itu.
***

Di dalam ruang kelas ini aku berharap bisa duduk mendengarkan penjelasan Mrs. Smith sambil memikirkan tema untuk bukuku. Atau aku akan fokus pada tema buku? Oh atau lebih baik aku membolos dan memikirkan tema untuk buku? Rrrggh! Menulis sebuah buku tidak semudah yang aku bayangkan!

"Hai anak murung!". Ted si bos dalam kelas ini sudah mulai mencari gara-gara denganku. "Tak bisakah kau sedikit terlihat lebih tampan hari ini? Dengan menyingkirkan wajah jelekmu yang penuh kebingungan?"

"Hmm..mungkin, lain kali". Aku tidak ingin berpanjang kata menanggapi setiap ejekannya. Biar saja sampai dia bosan menggodaku.

"Lihat! Lihat! Hahaha kau seperti orang tua yang kebingungan mengurusi hutang! Kau masih muda dan terlihat beratus-ratus kali lipat lebih tua! Apa yang kau pikirkan wahai anak-berwajah-tua??"

Ted, sepertinya kupikir kau yang belum dewasa, menggoda anak seumuranmu dengan postur tubuh yang lebih kecil. Terlebih kau sepertinya belum berpikir untuk menerbitkan buku. Ya, suatu hari nanti kau akan sadar bahwa hidup begitu cepat, dan kau akan ketakutan jika mati tanpa meninggalkan apapun. Kau akan menyesal tidak menjadi terkenal. Jadi, aku sudah merasa cukup menang karena lebih dulu memikirkan penulisan buku ini. "Ya, terserah kau". Aku pergi meninggalkan kelas, perpustakaan sepertinya akan cocok untukku.

"Hahahaha selamat memikrikan hutang anak-berwajah-tua! Jangan sampai keriput menambah kejelekanmu". Semua pengikut Ted tertawa sambil melihat kepergianku. Biarkan saja, suatu hari nanti saat aku telah berhasil menerbitkan buku pertamaku dan menjadi terkenal, kau akan berusaha memujiku Ted.

***
Hujan kembali turun, sepertinya Mrs. Smith berhalangan hadir. Perpustakaan menjadi lebih sepi dari biasanya. Sepertinya orang-orang terlalu malas untuk bergerak, kamar mereka pasti terlalu menggoda. Hmm...aku akan memikirkan tema untuk bukuku.

Bagaimana jika tentang perjalanan hidup? Ah sepertinya itu sudah terlalu sering, lagipula usiaku masih dua belas tahun. Apa yang bisa kuceritakan untuk orang banyak? 

Kisah cinta? Tidak mungkin. Bahkan memberi sebungkus permen kepada Sandra pun aku gemetaran.

Tentang sihir? J.K.Rowling terlalu sulit untuk dikalahkan.

Misteri? Membaca bukunya saja membuatku meirinding, apalagi jika aku yang menulisnya.

Fantasi? Oh tidak. Aku masih waras dan tidak ingin menjadi gila.

Pembully-an Ted?
...
..
.
AHA! Sepertinya itu bisa dijadikan topik menarik. Aku akan bercerita tentang Ted, anak laki-laki sombong yang lemah, sementara aku menjadi tokoh utamanya dengan sifat baik hati, tidak sombong, cool, dan disukai banyak wanita. Aku akan bercerita bagaimana kekasaran Ted terhadap anak laki-laki lainnya, dan usahanya mendekati sebagian besar anak perempuan di kelas yang caranya menurutku, uh, menjijikan. Agar semua orang tau bahwa Ted lah sebenernya yang lemah, bukan anak yang ia nakali. Agar kebenaran terungkap. Dan anak-anak yang pernah dirugikan Ted akan setuju dengan pendapatku, dan kita bisa bersama-sama melawan Ted, dengan aku tokoh utamanya. Dan aku akan memiliki banyak pengikut, semuanya mendukungku. Kemudian Ted tidak akan memiliki teman, dan dia akan menerima pembalasan dari kami semua, dia yang aka merasa tersakiti!

Oke.

Sepertinya itu terdengan cukup buruk.
Tidak.
Sepertinya itu amat kejam.

Detik itu untuk pertama kalinya aku merasa telah menjadi orang kejam. Seperti ada yang bergerak dalam perutku, rasanya ada sesuatu yang ingin keluar dari perut saat aku selesai memikirkan rencanaku menjadikan Ted sebagia topik utama. Tiba-tiba aku merasa takut. Jangan-jangan selama ini aku memiliki jiwa kejam dalam diriku? Oh tidak... Ibu pasti akan sangat marah jika mengetahuinya. Sial! Aku hanya ingin mencari sebuah tema untuk buku, kenapa pemikiran ini berujung pada sebuah ketakutan akan keberadaan jiwa kejam dalam diriku?? Sepertinya aku terlalu terobsesi pada Ted. Dan kalimat yang ingin kuucapkan untuk membalas sapaan Loy di pagi hari tadi juga terdengar cukup licik. Dilengkapi dengan niat membolosku demi misi penuisan buku ini.  Sepertinya usaha membuat buku membangkitkan jiwa kejam-ku. Oke, aku akan menyegelnya. Belum saatnya aku menajdi jahat.

Tunggu!
Ah kenapa aku seolah mengakui bahwa aku kejam??

Aaaaah! 
Rino anak yang baik. Rino anak yang baik. Rino anak yang baik. Aku mulai mencoba mensugesti diri sendiri.

Pemikrian pencarian tema bukuku pun terhenti, justru menghasilkan sebuah pertanyaan baru yang menakutkan untukku, "apakah aku orang jahat?"

Tidak ada komentar:

Posting Komentar