Degup jantung
penasaran Mika semakin mengguncah. Kala melihat dan mendapati kenyataan bahwa
jalan besar itu kini telah dirayapi puluhan kendaraan roda empat. Berjalan
lambat menyusuri ibu kota. Menciptakan pemandangan modern sekaligus iris hati
dengan suara klakson dan polusi yang mendominasi. Bahkan percakapan dalam mobil
menjadi tidak terdengar. Sebab di luar sana orang sibuk dengan klakson dan
stang kemudi.
“Negeri apa
ini?”
Walau mobil saat
itu sudah mampu menghasilkan penyejuk ruangan yang mengubah kadar CO2 menjadi O2 sebanyak dua kali lipat, sehingga kemacetan di jalan tak akan tega sampai
menimbulkan peluh keringat, namun tetap saja kecanggihan teknologi tidak mampu
mengubah pemandangan kota. Besi roda empat menjadi tokoh utama kota di tahun
2090. Kemajuan di bidang otomotif sedang gila gilaan berkembang. Tapi tetap
saja semua sepakat bahwa hanya pesawat yang boleh menguasai langit. Jadi
walaupun bahan bakar minyak berganti energi matahari, knalpot yang mengemulsi
polusi menjadi oksigen (walau baru 10%), tetap saja bukan makhluk hidup
penghasil oksigen (baca: tumbuhan) yang mengisi tiap sela kota.
“Ah kenapa dunia
terasa semakin sempit sih?”
***
Sementara itu di bagian yang lain...
Seperti biasanya pagi datang dengan penuh semangat, udara bersih, matahari yang hangat, dan angin yang sejuk. Pertengahan bulan itu semua tanaman tumbuh subur, bunga-bunga
bermekaran, warna warninya menghiasi setiap sudut taman depan rumah, bibir-bibir
jalan, sampai ke tepian sungai. Terlihat dengan sagat jelas hijau segar
dari daun di tiap ranting pohon, serta burung-burung liar yang beterbangan dari
dahan ke dahan. Semua penduduk kota bercengkrama ramah tiap pagi, tegur sapa
tiap membuka pagar rumah yang terbuat dari kayu. Iringan sepeda jadi
pemandangan biasa, anak-anak sampai orang dewasa yang ingin menempuh tempat
jarak dekat. Atau pejalan kaki, bertebaran di sela keramaian sepeda.
“yang penting
tidak ada polusi di sini”
Lalu bagaimana
dengan asap pabrik? Hoho tenang saja, peraturan undang-undang dengan ketat
mejatuhi hukuman berat bagi siapapun pemilik perusahaan yang tidak memasang
penyaring udara pada cerobong asapnya. Namun disini sudah sangat sedikit pabrik
yang masih menggunakan mesin sebagai penggerak. Kekuatan angin dan air lebih
dipercaya, sehingga keberadaan kincir angin dan air jadi pemandangan biasa. Tidak ada udara sebersih ini, air sesegar di sini, dan kehangatan penduduknya. Yang membuat kota ini berbeda adalah kotak-kotak di pinggir jalan, berjejer tiap seratus meter dengan antrian orang di depannya.
“Cepat Mik!
Kapsulku akan berangkat sebentar lagii!”
Kapsul jadi
kendaraan umum negeri itu. Jadi setiap orang akan membeli tiket dan mengantri
pada kotak yang biasa disebut ‘halte kapsul’. Halte kapsul ini bentuknya
seperti tempat telepon umum, warnanya merah dengan kaca di sekelilingnya. Nanti
setiap satu sampai lima orang akan masuk ke dalam halte ini, nah di dalamnya
akan ada sebuah kapsul yang membawa mereka masuk ke bawah tanah. Dan, di
sinilah kesibukan manusia sesungguhnya. Transportasi bawah tanah.
Kapsul dari halte
tadi hanya mengantarkan mereka ke stasiun kapsul di bawah tanah. Di stasiun
inilah berjejer kapsul-kapsul dengan ukuran lebih besar yang mampu menampung 50
orang sekaligus. Sistem kerja mereka seperti lift. Hanya mampu bergerak
horizontal, tapi jangan ditanya kecepatan dan disiplinnya ya. Tidak ada toleransi satu
menitpun. Kapsul ini mampu menempuh jarak ratusan kilometer asalkan masih di
darat, pesawat dan kapal masih digunakan di negeri itu, kecuali kendaraan
bermotor seperti mobil, bus, dan sepeda motor. Sekilas kalian akan teringat
tentang kereta bawah tanah seperti yang ada di Jepang. Sistemnya memang sama, tapi yang jelas ini lebih berkembang. Bentuknya lonjong memudahkan udara menabrak badan kapsul saat melaju dengan kecepatan tinggi. Semua keramaian
transportasi ini diatur oleh manusia di atas tanah.
Jadi, negeri ini
terbagi dua: kehidupan bawah tanahnya penuh dengan ramai transportasi, dan di
atasnya, ada keramahan lingkungan yang berkembang dengan kehidupan mereka
sendiri.
*aaaaah begitu aneh. ditulis saat sedang suwung sambil nungguin bapak tukang di rumah embah. eh ditemenin Danis sama Cacang juga*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar