Senin, 01 Juli 2013

Negeri yang Terbagi Dua

Degup jantung penasaran Mika semakin mengguncah. Kala melihat dan mendapati kenyataan bahwa jalan besar itu kini telah dirayapi puluhan kendaraan roda empat. Berjalan lambat menyusuri ibu kota. Menciptakan pemandangan modern sekaligus iris hati dengan suara klakson dan polusi yang mendominasi. Bahkan percakapan dalam mobil menjadi tidak terdengar. Sebab di luar sana orang sibuk dengan klakson dan stang kemudi.

“Negeri apa ini?”

Walau mobil saat itu sudah mampu menghasilkan penyejuk ruangan yang mengubah kadar CO2 menjadi O2 sebanyak dua kali lipat, sehingga kemacetan di jalan tak akan tega sampai menimbulkan peluh keringat, namun tetap saja kecanggihan teknologi tidak mampu mengubah pemandangan kota. Besi roda empat menjadi tokoh utama kota di tahun 2090. Kemajuan di bidang otomotif sedang gila gilaan berkembang. Tapi tetap saja semua sepakat bahwa hanya pesawat yang boleh menguasai langit. Jadi walaupun bahan bakar minyak berganti energi matahari, knalpot yang mengemulsi polusi menjadi oksigen (walau baru 10%), tetap saja bukan makhluk hidup penghasil oksigen (baca: tumbuhan) yang mengisi tiap sela kota.

“Ah kenapa dunia terasa semakin sempit sih?”
***
Sementara itu di bagian yang lain...
Seperti biasanya pagi datang dengan penuh semangat, udara bersih, matahari yang hangat, dan angin yang sejuk. Pertengahan bulan itu semua tanaman tumbuh subur, bunga-bunga bermekaran, warna warninya menghiasi setiap sudut taman depan rumah, bibir-bibir jalan, sampai ke tepian sungai. Terlihat dengan sagat jelas hijau segar dari daun di tiap ranting pohon, serta burung-burung liar yang beterbangan dari dahan ke dahan. Semua penduduk kota bercengkrama ramah tiap pagi, tegur sapa tiap membuka pagar rumah yang terbuat dari kayu. Iringan sepeda jadi pemandangan biasa, anak-anak sampai orang dewasa yang ingin menempuh tempat jarak dekat. Atau pejalan kaki, bertebaran di sela keramaian sepeda.


“yang penting tidak ada polusi di sini”

Lalu bagaimana dengan asap pabrik? Hoho tenang saja, peraturan undang-undang dengan ketat mejatuhi hukuman berat bagi siapapun pemilik perusahaan yang tidak memasang penyaring udara pada cerobong asapnya. Namun disini sudah sangat sedikit pabrik yang masih menggunakan mesin sebagai penggerak. Kekuatan angin dan air lebih dipercaya, sehingga keberadaan kincir angin dan air jadi pemandangan biasa. Tidak ada udara sebersih ini, air sesegar di sini, dan kehangatan penduduknya. Yang membuat kota ini berbeda adalah kotak-kotak di pinggir jalan, berjejer tiap seratus meter dengan antrian orang di depannya.

“Cepat Mik! Kapsulku akan berangkat sebentar lagii!”

Kapsul jadi kendaraan umum negeri itu. Jadi setiap orang akan membeli tiket dan mengantri pada kotak yang biasa disebut ‘halte kapsul’. Halte kapsul ini bentuknya seperti tempat telepon umum, warnanya merah dengan kaca di sekelilingnya. Nanti setiap satu sampai lima orang akan masuk ke dalam halte ini, nah di dalamnya akan ada sebuah kapsul yang membawa mereka masuk ke bawah tanah. Dan, di sinilah kesibukan manusia sesungguhnya. Transportasi bawah tanah.

Kapsul dari halte tadi hanya mengantarkan mereka ke stasiun kapsul di bawah tanah. Di stasiun inilah berjejer kapsul-kapsul dengan ukuran lebih besar yang mampu menampung 50 orang sekaligus. Sistem kerja mereka seperti lift. Hanya mampu bergerak horizontal, tapi jangan ditanya kecepatan dan disiplinnya ya. Tidak ada toleransi satu menitpun. Kapsul ini mampu menempuh jarak ratusan kilometer asalkan masih di darat, pesawat dan kapal masih digunakan di negeri itu, kecuali kendaraan bermotor seperti mobil, bus, dan sepeda motor. Sekilas kalian akan teringat tentang kereta bawah tanah seperti yang ada di Jepang. Sistemnya memang sama, tapi yang jelas ini lebih berkembang. Bentuknya lonjong memudahkan udara menabrak badan kapsul saat melaju dengan kecepatan tinggi. Semua keramaian transportasi ini diatur oleh manusia di atas tanah.


Jadi, negeri ini terbagi dua: kehidupan bawah tanahnya penuh dengan ramai transportasi, dan di atasnya, ada keramahan lingkungan yang berkembang dengan kehidupan mereka sendiri.

*aaaaah begitu aneh. ditulis saat sedang suwung sambil nungguin bapak tukang di rumah embah. eh ditemenin Danis sama Cacang juga*

Tidak ada komentar:

Posting Komentar